1. Lonceng logam atau gong
Lonceng logam atau gong menjadi simbol
kemegahan dalam Misa. Namun, kemegahan yang dimaksud bukan dari arti harfiah,
melainkan kemegahan iman. Umat beriman dalam persatuan dengan seluruh Gereja
hadir berkumpul pada saat Misa Kudus dan mengarahkan hati kepada Tuhan.
Persatuan harapan dan doa umat ini membumbung tinggi ke hadirat Allah dan
melengkapi sisi humanis Misa Kudus itu sendiri. Iman inilah yang ditonjolkan
selama Misa. Misa Kudus merupakan peringatan akan Misteri Salib ketika Kristus
sendiri mengurbankan diri-Nya bagi penebusan dosa seluruh makhluk. Misteri
penebusan ini tidak akan mencapai kepenuhan maknanya jika tidak disertai
ungkapan iman dari pihak yang ditebus. Inilah yang ingin diperingati dan
dicapai dalam setiap Misa. Dalam hal ini, lonceng logam atau gong menjadi tanda
kemegahan iman dan kemeriahan Misa Kudus itu sendiri.
2.
Keprak
Secara garis besar, keprak memiliki tujuan
yang sama sebagaimana lonceng logam atau gong. Namun, satu hal yang membedakan
antara keduanya adalah waktu penggunaannya. Lonceng logam atau gong dibunyikan
pada saat masa-masa dalam Tahun Liturgi selain Masa Adven dan Prapaskah, waktu
ketika keprak digunakan.
Secara umum, keprak merupakan alat yang dirancang sedemikian
rupa sehingga dapat mengeluarkan bunyi ketika diputar. Bahan dasarnya pada
umumnya berupa kayu sehingga suara yang dihasilkan juga merupakan suara khas
kayu yang beradu. Keprak digunakan pada saat Masa Adven atau Masa Prapaskah
sebagai simbol harapan dan pertobatan umat beriman. Harapan dan pertobatan
inilah yang menjadi tema utama Masa Adven dan Masa Prapaskah, bukan kemeriahan
dan kemegahan iman.
Setelah kita memahami secara garis besar mengenai lonceng
logam atau gong serta keprak, kini tiba saatnya kita memahami penggunaan dari
kedua alat tersebut.
Pada saat tulisan ini dibuat, Hierarki Gereja Katolik
Indonesia telah menerapkan penggunaan Tata Perayaan Ekaristi (TPE) 2005 sebagai
bentuk promulgasi dari TPE sebelumnya. TPE 2005 inilah yang turut menjadi acuan
dalam penulisan artikel ini, walaupun disadari bahwa khusus mengenai pembunyian
lonceng atau keprak, TPE ini mengambil secara utuh panduan sebagaimana yang
tertera dalam panduan bagi imam untuk memimpin Misa Forma Extraordinaria (Misa
Tridentinuum).
Berikut adalah saat yang BENAR ketika seorang putra atau
putri altar membunyikan lonceng logam/gong/keprak:
a.
Pada saat Misa Hari Minggu/Misa Hari Biasa/Misa Hari Raya
1. Pada saat Misa dimulai (sebagai
pertanda bagi umat bahwa Misa akan dimulai)
2. Pada saat Doa Syukur Agung, pada
bagian "Utuslah Roh Kudus-Mu, agar menjadi bagi kami Tubuh dan Darah
Putera-Mu terkasih (+) Tuhan kami, Yesus Kristus"
3. Pada saat konsekrasi Hosti Suci dan
Anggur, dilonceng 3 kali (tengah, kanan, dan kiri). Suara lonceng atau gong
diupayakan menggemakan kemegahan, bukannya malah menimbulkan kebisingan
4. Pada saat akhir Doa Syukur Agung,
pada bagian "Dengan perantaraan Kristus, bersama Dia dan dalam Dia,
bagi-Mu Allah Bapa yang Maha Kuasa, dalam persekutuan dengan Roh Kudus, segala
hormat dan kemuliaan, kini dan sepanjang segala masa. Amin"
b.
Pada saat Misa Jumat Pertama
Pada Misa Jumat Pertama, selain
dibunyikan pada saat-saat yang sama dengan poin(a), lonceng juga dibunyikan
setiap ada jeda pendupaan yang dilakukan saat perarakan Sakramen Maha Kudus.
c.
Pada saat menyanyikan Madah Kemuliaan
Lonceng dibunyikan pada saat Misa Kamis Putih,
Misa Malam Paskah, Misa Paskah, Misa Malam Natal, dan Misa Natal.
d.
Pada saat mengiringi pembawa Komuni Suci untuk diterimakan kepada umat/orang
sakit. Pada kesempatan ini, lonceng disertai dengan lilin bernyala bertujuan
untuk memberitahukan kepada orang-orang sekitar bahwa Tuhan sedang lewat.
3 komentar:
saya sangat bersyukur dapat menemukan artikel pendampingan misdinar ini, sangat nenambah wawasan dalam pendampingan misdinar. terimakasih Tuhan Yesus memberkati. salam dari Keuskupan Agung Samarinda
Sebenarnya nya ada lima satu lg mana ya?
Berdasarkan "Pedoman Umum Misale Romawi" no 150
150. Bila dianggap perlu, sesaat sebelum konsekrasi, putra altar dapat membunyikan bel sebagai tanda bagi umat. Demikian pula sesuai dengan kebiasaan setempat, pelayan dapat membunyikan bel pada saat hosti dan piala diperlihatkan kepada umat sesudah konsekrasi masing- masing. Kalau dipakai pedupaan seorang pelayan mendupai roti/piala pada saat diperlihatkan kepada umat sesudah konsekrasi masing-masing.
Point a.4, Tidak ada referensi pada PUMR
http://www.dokpenkwi.org/2017/08/29/seri-dokumen-gerejawi-no-71-perayaan-paskah-dan-persiapannya/
Kamis Putih No: 50
50. Sementara “Gloria” dinyanyikan, lonceng-lonceng dibunyikan, bila lazim, dan setelah itu hening sampai Gloria di malam Paskah, kecuali jika ditentukan lain oleh Konferensi Waligereja atau Uskup setempat. Selama waktu itu juga orgel dan alat musik lain hanya boleh dipakai untuk mendukung nyanyian.
Malam Paskah No: 87
87. Setelah bacaan Perjanjian Lama dinyanyikan gloria dan lonceng-lonceng dibunyikan, di mana lazim; lalu diikuti doa pembukaan dan orang beralih kepada bacaan-bacaan dari Perjanjian Baru. Sebagai epistola dibacakan nasihat Rasul Paulus tentang baptis sebagai inisiasi ke dalam misteri Paskah Kristus.
Point c, Tidak ada referensi bahwa pada saat Kemuliaan di Misa Minggu Paskah, Malam Natal, dan Hari Raya Natal, bel/lonceng ikut dibunyikan.
Pelaksaan Misa bersama Bapak Paus di Vatican, bisa check di YouTube, bel/lonceng pada kemulian hanya dilakukan pada Kamis Putih dan Malam Paskah. Pada Misa Minggu Paskah, Malam Natal, dan Hari Raya Natal, bel/lonceng tidak dibunyikan pada saat Madah Kemuliaan.
Posting Komentar